FAUNA DAN FLORA DI INDONESIA
Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan kekayaan fauna dan flora dan merupakan yang terlengkap didunia.
Pada halaman akan membahas sebagian fauna dan flora kebanggaan Indonesia
1. FAUNA INDONESIA
Wilayah Indonesia memiliki kekayaan fauna yang sangat beragam. Keragaman fauna ini karena berbagai hal :
- Terletak di daerah tropis, sehingga mempunyai hutan hujan tropis (trophical rain forest) yang kaya akan tumbuhan dan hewan hutan tropis.
- Terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia
- Merupakan negara kepulauan, hal ini menyebabkan setiap pulau memungkinkan tumbuh dan dan menyebarnya hewan dan tumbuhan khas tertentu sesuai dengan kondisi alamnya.
- Indonesia terletak di dua kawasan persebaran fauna dunia, yaitu Australis dan Oriental.
Karena berbagai kondisi tersebut maka wilayah Indonesia kaya akan keanekaragaman fauna. Berbagai jenis fauna yang meliputi :
- Mamalia (lebih dari 500 jenis)
- Kupu-kupu (lebih dari 100 jenis)
- Reptil (lebih dari 600 jenis)
- Burung (lebih dari 1.500 jenis)
- Amfibi (lebih dari 250 jenis)
Persebaran fauna dikelompokkan
dalam 3 wilayah geografis yaitu fauna Indonesia Barat, fauna Indonesia
Tengah dan fauna Indonesia Timur.
Fauna yang terdapat di wilayah
Indonesia Barat bertipe Asiatis, di wilayah Indonesia Tengah merupakan
fauna khas/fauna asli Indonesia sedangkan wilayah fauna Indonesia Timur
bertipe Australis.
Berikut ini adalah beberapa fauna Indonesia
1.1 KOMODO
Komodo, atau yang selengkapnya
disebut biawak komodo (Varanus komodoensis, adalah spesies kadal
terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili
Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli
pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawak
Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di
dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini
berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan
meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil
terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup
komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya,
kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem
tempatnya hidup.
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya
yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di
kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat
aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies
yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di
bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu
Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
1.2 ORANG UTAN
Orang utan (atau orang hutan, nama
lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang
dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang
Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Borneo
dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia . Mereka biasa tinggal
di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat
hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus
perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air
tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke
hutan pegunungan. Di Borneo, orangutan dapat ditemukan pada ketinggian
500 m di atas permukaan laut , sedangkan kerabatnya di Sumatra
dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl. hidup di hutan tropika Indonesia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatra.
1.3 HARIMAU SUMATERA
Harimau Sumatra atau dalam bahasa latin disebut Panthera tigris sumatrae merupakan satu dari lima subspisies harimau (Panthera tigris)
di dunia yang masih bertahan hidup. Harimau Sumatera termasuk satwa
langka yang juga merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang masih
dipunyai Indonesia setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.
Hewan dari filum Chordata ini
hanya dapat diketemukan di Pulau Sumatera, Indonesia. Populasinya di
alam liar diperkirakan tinggal 400–500 ekor. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah.
Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitchener, “The Natural History of Wild Cats”).
Harimau kemudian berkembang di kawasan timur Asia di China dan Siberia
sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke arah hutan Asia Tengah
di barat dan barat daya menjadi harimau Caspian. Sebagian lagi bergerak
dari Asia Tengah ke arah kawasan pergunungan barat, dan seterusnya ke
Asia tenggara dan kepulauan Indonesia, sebagiannya lagi terus bergerak
ke barat hingga ke India (Hemmer,1987).
Harimau Sumatera dipercaya
terasing ketika permukaan air laut meningkat pada 6.000 hingga 12.000
tahun silam. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda
genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mempunyai
ciri-ciri yang berbeda dengan subspisies harimau lainnya dan sangat
mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
1.4 BADAK JAWA
Badak Jawa atau Badak bercula-satu
kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan
satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama
dengan badak India dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju
baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak
ini lebih kecil daripada badak India dan lebih dekat dalam besar tubuh
dengan badak Hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20
cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.
Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling
banyak menyebar. Meski disebut “Badak Jawa”, binatang ini tidak
terbatas hidup di pulau Jawa saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang
Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini kini statusnya
sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam
bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah
mamalia terlangka di bumi. Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional
Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas
lainnya berada di Taman Nasional CaTien, Vietnam dengan perkiraan
populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi
badak Jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang
sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga
sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak
ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan
oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan
berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan.Tempat yang
tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi badak Jawa
masih berada pada resiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya
keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak. WWF
Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak Jawa karena
jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami,
letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan
langsung punah. Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi
dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin
terdesak. Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah
Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi
habitat badak Jawa.Badak Jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak Jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok terkadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak Jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.
1.5 BADAK SUMATERA
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan salah satu spesies badak yang dipunyai Indonesia selain badak jawa (Rhinocerus sondaicus). Badak sumatera (Sumatran rhino)
juga merupakan spesies badak terkecil di dunia merupakan satu dari 5
spesies badak yang masih mampu bertahan dari kepunahan selain badak
jawa, badak india, badak hitam afrika, dan badak putih afrika.
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
seperti saudara dekatnya, badak jawa, semakin langka dan terancam
kepunahan. Diperkirakan populasi badak bercula dua ini tidak mencapai
200 ekor. Wajar jika IUCN Redlist kemudian memasukkan badak sumatera (Sumatran rhino) dalam daftar status konservasi critically endangered (kritis; CE).
Badak sumatera dalam bahasa Inggris disebut sebagai Sumatran rhino. Sering kali juga disebut sebagai hairy rhino lantaran memiliki rambut terbanyak ketimbang jenis badak lainnya. Badak Sumatera dalam bahasa latin disebur sebagai Dicerorhinus sumatrensis.
Ciri-ciri dan Habitat Badak Sumatera.
Badak sumatera memiliki dua cula dengan panjang cula depan berkisar
antara 25-80 cm dan cula belakang lebih pendek sekitar 10 cm. Badak
sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) mempunyai panjang tubuh antara 2-3 meter dengan berat antara 600-950 kg. Tinggi satwa langka ini berkisar antara 120-135 cm.
Habitat badak
sumatera meliputi hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan
meskipun umumnya binatang langka ini menyukai hutan bervegetasi lebat.
Satwa langka bercula dua ini lebih sering terlihat di hutan-hutan
sekunder dataran rendah yang memiliki air, tempat berteduh, dan sumber
makanan yang tumbuh rendah. Makanan utama badak sumatera meliputi buah
(terutama mangga liar dan fikus), dedaunan, ranting-ranting kecil, dan
kulit kayu.
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
merupakan satwa penjelajah yang hidup dalam kelompok-kelompok kecil
meskipun umumnya hidup secara soliter (menyendiri).Pada cuaca yang cerah
sering turun ke daerah dataran rendah, untuk mencari tempat yang
kering. Pada cuaca panas ditemukan berada di hutan-hutan di atas bukit
dekat air terjun.
1.6 GAJAH SUMATERA
Gajah Sumatra (Elephas maximus
sumatranus) adalah yang paling kecil dari ketiga subspesies dari Gajah
Asia, dan merupakan endemic untuk Pulau Sumatra. Sebelum terjadi
perusakan besar-besaran pada habitatnya, gajah secara luas tersebar di
seluruh Sumatra pada ekosistem yang beragam, Gajah Sumatra ditemukan
sampai hutan primer pada ketinggian di atas 1,750 m di Gunung Kerinci
Barat Sumatra (Freywyssling, 1933 dalam Satiapillai. 2007).
Habitat yang paling disukai adalah hutan dataran rendah, dari
berbagai ekosistem di daerah jelajahnya. Di masa lalu, ketika
habitatnya belum rusak, gajah mengadakan migrasi luas. Pergerakan ini
pada umumnya mengikuti aliran sungai. Gajah berpindah dari daerah gunung
ke dataran rendah pantai selama musim kering dan naik ke bukit satu
kali ketika hujan datang (Van Heurn, 1929; Pieters, 1938 dalam
Satiapillai. 2007).
Gajah sumatera mempunyai ciri
badan lebih gemuk dan lebar. Pada ujung belalai memiliki satu bibir.
Berbeda dengan Gajah Afrika, Gajah Sumatera memiliki 5 kuku pada kaki
depan dan 4 kuku di kaki belakang. Berat gajah sumatera dewasa mencapai
3.500-5000 kilogram, lebih kecil dari Gajah Afrika.
Gajah Sumatera dewasa dalam sehari
membutuhkan makanan hingga 150 kilogram dan 180 liter air. Dari jumlah
itu, hanya sekitar 40% saja yang mampu diserap oleh pencernaannya. Untuk
memenuhi nafsu makan ini Gajah Sumatera melakukan perjalanan hingga 20
km perharinya. Dengan kondisi hutan yang semakin berkurang akibat
pembalakan liar dan kebakaran hutan, tidak heran jika nafsu makan dan
daya jelajah bintang berbelalai ini sering terjadi konflik dengan
manusia.
Sebagaimana spesies gajah asia
lainnya, Gajah Sumatera tidur sambil berdiri. Selama tidur, telinganya
selalu dikipas-kipaskan. Ia mampu mendeteksi keberadaan sumber air dalam
radius 5 kilometer. Gajah Sumatera, mengalami masa kawin pada usia
10-12 tahun. Dan akan melahirkan anak 4 tahun sekali dengan masa
mengandung hingga 22 bulan.
1.6 LUTUNG JAWA
Lutung
Jawa atau dalam bahasa latin disebut dengan Trachypithecus auratus
merupakan salah satu jenis lutung asli (endemik) Indonesia. Sebagaimana
spesies lutung lainnya, lutung jawa yang bisa disebut juga lutung budeng
mempunyai ukuran tubuh yang kecil, sekitar 55 cm, dengan ekor yang
panjangnya mencapai 80 cm.
Lutung jawa atau lutung budeng terdiri atas dua subspesies yaitu Trachypithecus auratus auratus dan Trachypithecus auratus mauritius. Subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled
Langur Ebony) bisa didapati di Jawa Timur, Bali, Lombok, Palau Sempu
dan Nusa Barung. Sedangkan subspesies yang kedua, Trachypithecus auratus mauritius (Jawa Barat Ebony Langur) dijumpai terbatas di Jawa Barat dan Banten.
1.7 ANOA
Anoa adalah satwa
endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas
provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini terdiri atas
dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis).
Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua
spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia.
Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan
hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan
dagingnya.
Baik Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) maupun Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sejak tahun 1986 oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam binatang dengan status konservasi “Terancam Punah” (Endangered; EN) atau tiga tingkat di bawah status “Punah”.
Secara umum, anoa mempunyai warna
kulit mirip kerbau, tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak
memipih. Hidupnya berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai
musuhnya anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa atau
apabila terpaksa akan melawan dengan menggunakan tanduknya.
1.8 BEKANTAN
Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis kera berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal kera Nasalis.
Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari kera lainnya adalah hidung. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan olehseleksi alam .
Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai
pasangannya. panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan
Bekantan jantan berukuran lebih
besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75cm dengan berat mencapai
24kg. Kera betina berukuran 60cm dengan berat 12kg. Spesies ini juga
memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengkonsumsi
makanannya. Selain buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka
daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Ini
mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.
Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa
danhutan pantai di pulauKalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian
waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah
antara 10 sampai 32 kera. Bekantan juga dapat berenang dengan baik,
kadang-kadang terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain.
Bekantan merupakan maskotfauna provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan dari hilangnya habitat
hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut, serta sangat
terbatasnya daerah dan populasi habitatnya, bekantan dievaluasikan
sebagai Terancam Punah di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan
dalam CITES Appendix I.
1.9 TARSIUS SULAWESI (TARSIUS SPECTRUM )
Tarsius tarsier (Binatang
Hantu/Kera Hantu) adalah suatu jenis primata kecil, memiliki tubuh
berwarna coklat kemerahan dengan warna kulit kelabu, bermata besar
dengan telinga menghadap ke depan dan memiliki bentuk yang lebar.
Nama Tarsius diambil karena ciri fisik tubuh mereka yang
istimewa, yaitu tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan
kaki mereka sehingga mereka dapat melompat sejauh 3 meter (hampir 10
kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya. Tarsius juga memiliki ekor
panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan
dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang. Jari-jari ini
memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar yang
digunakan untuk grooming.Tarsius adalah makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur pada siang hari. Oleh sebab itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang paling utama adalah serangga seperti kecoa, jangkrik, dan terkadang reptil kecil, burung, dan kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan, juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar, dan Peleng. Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan “balao cengke” atau “tikus jongkok” jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia.
1.10 KANGGURU PAPUA
Kangguru, spisies yang mempunyai ciri khas kantung di perutnya (Marsupialia).
Kanguru Papua ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan
Kanguru Australia. Sayang Kanguru yang terdiri atas Kanguru tanah dan
Kanguru pohon ini mulai langka sehingga termasuk satwa Indonesia yang di
lindungi dari kepunahan.
Kangguru Papua terdiri atas dua genus yaitu dendrolagus (Kanguru Pohon) dan thylogale (Kanguru
Tanah). Kanguru pohon sebagian besar masa hidupnya ada di pohon.
Sekalipun begitu satwa tersebut juga sering turun ke tanah, misalnya
bila sedang mencari air minum. Moncong kanguru pohon bentuknya lebih
runcing jika dibandingkan dengan moncong kanguru darat. Ekornya agak
panjang dan bulat, berbulu lebat dari pangkal sampai ekornya. Sedangkan
pada kanguru darat kedua kaki depannya lebih pendek dari pada kaki
belakangnya, Cakarnya pun lebih kecil. Moncongnya agak tumpul dan tidak
berbulu. Ekornya makin meruncing ke ujung, bulunya tidak begitu lebat.
A. Kangguru Tanah (lau-lau atau paunaro):
– Thylogale brunii (Dusky Pademelon)
merupakan jenis kangguru terkecil
yang ada di dunia. Beratnya antara 3-6 kilogram, tetapi ada juga yang 10
kilogram. Panjang tubuhnya sekitar 90 sentimeter dengan lebar sekitar
50 sentimeter. Satwa langka yang dilindungi ini adalah hewan endemik
Papua, dan hanya terdapat di Papua di kawasan dataran rendah di
hutan-hutan di wilayah Selatan Papua, dan Papua Niugini. Di Indonesia Thylogale brunii terdapat antara lain di Taman Nasional Wasur (Kabupaten Merauke) dan Taman Nasional Gunung Lorentz (Mimika).
– Thylogale stigmata (red-legged pademelon)
merupakan jenis yang hidup di daerah pantai selatan Papua. Thylogale stigmata mempunyai warna kulit tubuh lebih cerah yaitu kuning kecokelatan.
– Thylogale brownii (Brown’s pademelon)
Selain di Papua, binatang ini juga terdapat di Papua New Guinea.
B. Kangguru pohon (lau-lau):
– Dendrolagus pulcherrimus
(Kanguru Pohon Mantel Emas)
merupakan sejenis kanguru pohon yang hanya ditemukan di hutan
pegunungan pulau Irian. Spesies ini memiliki rambut-rambut halus pendek
berwarna coklat muda. Leher, pipi dan kakinya berwarna kekuningan. Sisi
bawah perut berwarna lebih pucat dengan dua garis keemasan
dipunggungnya. Ekor panjang dan tidak prehensil dengan
lingkaran-lingkaran terang.
Penampilan Kanguru-pohon
Mantel-emas serupa dengan Kanguru pohon Hias. Perbedaannya adalah
Kanguru-pohon Mantel-emas memiliki warna muka lebih terang atau
merah-muda, pundak keemasan, telinga putih dan berukuran lebih kecil
dari Kanguru-pohon Hias. Beberapa ahli menempatkan Kanguru-pohon
Mantel-emas sebagai subspesies dari Kanguru-pohon Hias.
Kanguru-pohon Mantel-emas
merupakan salah satu jenis kanguru-pohon yang paling terancam kepunahan
diantara semua kanguru pohon. Spesies ini telah punah di sebagian besar
daerah habitat aslinya
– Dendrolagus goodfellowi
(disebut Kanguru Pohon Goodfellow atau kanguru pohon hias atau Goodfellow’s Tree-kangaroo)
merupakan jenis kanguru pohon yang paling sering ditemui. Kulit
tubuhnya berwarna cokelat sawo matang dan banyak terdapat di hutan hujan
di pulau Papua
Dendrolagus mbaiso (disebut sebagai Kanguru Pohon Mbaiso atau Dingiso) kanguru ini ditemukan di hutan montane yang tinggi dan subalpine semak belukar di Puncak Sudirman. Kanguru pohon ini mempunyai bulu hitam dengan kombinasi putih di bagian dadanya.
– Dengrolagus dorianus
atau disebut sebagai Kangguru Pohon Ndomea atau Doria’s Tree-kangaroo.
– Dendrolagus ursinus
(disebut Vogelkop Tree-kangaroo
atau Kanguru Pohon Nemena) merupakan kanguru pohon yang paling awal
terklasifikasikan. Mempunyai telinga panjang dan ekor panjang dan hitam. Dendrolagus inustus disebut juga sebagai Kanguru Pohon Wakera atau Grizzled Tree-kangaroo.
– Dendrolagus stellarum
disebut juga sebagai Seri’s Tree-kangaroo. Kanguru pohon ini terdapat di Tembagapura.
1.11 BURUNG MERAK HIJAU
Merak Hijau (Green Peafowl) yang dalam bahasa ilmiah disebut Pavu muticus
adalah salah satu dari tiga spesies merak yang terdapat di dunia. Satwa
yang terdapat di Cina, Vietnam dan Indonesia ini mempunyai bulu-bulu
yang indah. Apalagi Merak Hijau jantan yang memiliki ekor panjang yang
mampu mengembang bagai kipas.
Merak Hijau (Pavu muticus)
mempunyai bulu yang indah yang berwarna hijau keemasan. Burung jantan
dewasa berukuran sangat besar, dengan penutup ekor yang sangat panjang.
Di atas kepalanya terdapat jambul tegak. Burung betina berukuran lebih
kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya kurang mengilap, berwarna hijau
keabu-abuan dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Mukanya memiliki aksen
warna hitam di sekitar mata dan warna kuning cerah di sekitar kupingnya.
Pada musim berbiak, burung jantan
memamerkan bulu ekornya di depan burung betina. Bulu-bulu penutup ekor
dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk mata. Burung betina
menetaskan tiga sampai enam telur setelah mengeraminya pada tumpukan
daun dan ranting di atas tanah selama satu bulan. Anaknya akan terus
berdekatan dengan induknya hingga musim kawin berikutnya, walaupun sudah
bisa terbang pada usia yang masih sangat muda.
Dalam urusan makan, burung Merak
Hijau doyan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan,
aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba,
cacing dan kadal kecil.
Populasi Merak Hijau tersebar di
hutan terbuka dengan padang rumput di Republik Rakyat Cina, Vietnam,
Myanmar dan Jawa, Indonesia. Sebelumnya Merak Hijau ditemukan juga
di India, Bangladesh dan Malaysia, namun sekarang telah punah di sana.
Meskipun berukuran besar, burung indah, langka, dan dilindungi ini bisa
terbang.
Di Indonesia, Merak Hijau hanya
terdapat di Pulau Jawa. Habitatnya mulai dari dataran rendah hingga
tempat-tempat yang tinggi. Salah satunya yang masih bisa ditemui berada
di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Selain itu diperkirakan juga
masih terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, dan Taman Nasional Meru
Betiri.
Populasi Merak Hijau terus
berkurang. Ini diakibatkan oleh rusaknya habitat dan perburuan liar.
Burung langka yang indah ini diburu untuk diambil bulunya ataupun
diperdagangkan sebagai bintang peliharaan. Untuk menghindari kepunahan
burung langka ini dilindungi undang-undang. Di Pulau Jawa kini jumlah
Merak Hijau (Pavu muticus) diperkirakan tidak lebih dari 800 ekor.
1.12 BURUNG CENDRAWASIH
Cendrawasih atau paradisoaeidae apoda, minor, cicinnurus regius, dan seleudicis melanoleuca merupakan burung khas dari Papua. Dari 43 spesies burung surga ini, 35 di antaranya bisa ditemukan di Papua.